ABOUT SEMARANG – Malam 1 Suro, yang dikenal sebagai malam pergantian tahun dalam penanggalan Jawa, memiliki makna sakral bagi masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan sebagian Jawa Timur.
Tradisi ini tidak sekadar menjadi seremoni budaya, tetapi juga menyimpan nilai spiritual yang mendalam, menjadi momentum untuk refleksi diri dan permohonan keselamatan di tahun yang baru.
Pada 2025, Malam 1 Suro jatuh pada Kamis malam, 26 Juni, bertepatan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharam 1447 Hijriah pada Jumat, 27 Juni 2025. Hal ini tercantum dalam Kalender Hijriah Nasional 2025 terbitan Kementerian Agama Republik Indonesia.
Kesamaan waktu ini semakin memperkuat nuansa religius dan spiritual yang menyelimuti peringatan malam tersebut.
Menurut keterangan dari situs resmi Kemenag RI, “Suro” adalah bulan pertama dalam sistem kalender Jawa yang berakar dari penanggalan Saka.
Bulan ini diyakini sarat kekuatan spiritual dan menjadi saat yang tepat untuk menyucikan diri serta menata niat.
Malam 1 Suro pun menjadi simbol pembaruan batin yang diwariskan turun-temurun dalam budaya Islam-Jawa.
Ragam tradisi dalam menyambut malam 1 Suro pun menjadi cermin kekayaan budaya dan spiritualitas masyarakat Jawa. Di berbagai daerah, ritual-ritual khas digelar sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan permohonan keselamatan di tahun yang baru.
Salah satu tradisi yang populer adalah Pawai Obor 1 Suro, terutama di pedesaan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Masyarakat berjalan kaki sambil membawa obor, mengenakan pakaian tradisional atau busana Muslim, dan melantunkan doa-doa.
Obor dianggap sebagai simbol penerangan hati dan niat baik dalam mengawali tahun baru Jawa.
Di beberapa daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah, terdapat tradisi Upacara Bubur Suro, di mana warga membuat bubur putih lengkap dengan lauk khas seperti telur dan ayam suwir, lalu dibagikan kepada tetangga.
Tradisi ini bermakna sedekah dan doa agar terhindar dari bala serta diberi keselamatan sepanjang tahun.
Sementara itu, masyarakat Sunda, khususnya di Sukabumi, menghidupkan suasana malam 1 Suro dengan tradisi Ngadulag, yakni perlombaan membunyikan bedug secara berirama. Selain menjadi hiburan, tradisi ini dipercaya sebagai media untuk menggetarkan doa dan harapan kepada Yang Maha Kuasa.
Di Yogyakarta, Tapa Bisu 1 Suro menjadi salah satu ritual yang paling dikenal. Ratusan peserta berjalan mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta sejauh 7 kilometer tanpa berbicara sepatah kata pun.
Ritual diam ini dimaknai sebagai bentuk pengendalian diri, laku spiritual, dan perenungan terhadap perjalanan hidup.
Adapun di Surakarta, Kirab Kebo Bule menjadi ikon peringatan malam 1 Suro. Kerbau bule yang dianggap keramat diarak bersama pusaka-pusaka keraton dengan iringan doa dan laku spiritual.
Kirab ini tidak hanya menjadi daya tarik wisata budaya, tetapi juga menjadi wujud pelestarian tradisi leluhur.
Dengan kekayaan nilai spiritual dan kultural, Malam 1 Suro terus hidup sebagai warisan tak ternilai masyarakat Jawa.
Momen ini tidak hanya menandai pergantian kalender, tetapi juga menjadi waktu untuk menyelaraskan diri dengan alam, masyarakat, dan Tuhan, demi menjalani tahun baru dengan lebih bijak dan penuh harapan.***
Game Center
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.